Hurikan mencari senjata Cakra, karena hanya dengan senjata itulah musuh dapat dikalahkan. 5600 juta tahun yang lalu musuh seperti ini gentar oleh Cakra. Tetapi kemana ia harus mencari senjata pamungkas ini, masih adakah senjata itu? Ia sendiri belum pernah meilhat wujud senjata hebat seperti itu yang mampu mengalahkan segala senjata yang ada di dunia.
Lagipula hanya titisan Dewa Whisnu saja yang mampu memiliki dan mengendalikan Cakra, sedangkan dirinya Betara Bayu. Apa daya harus ia lakukan untuk menyelamatkan Bumi.
Hanya Semar-lah satu-satunya harapan Hurikan untuk bertanya kemana ia harus mendapatkan senjata itu. Bagaikan memahami kesulitan yang dihadapi, sekali lagi Semar ngejawantah.
Inilah sekali lagi petunjuk yang diberikan Semar kepada Hurikan:
“Hurikan, kamulah ksatria yang kuasa memegang Cakra! Ketahuilah cakra tidak seperti dulu. Hakekat cakra adalah jalan utama menuju singgasana Sang Hyang Otipati.
Oleh karena itu dengarkan, resapkan dan padukan jalan utama alam semesta (macrocosmos) ke dalam jasadmu (microcosmos), sedemikian rupa sehingga benar-benar merasuk, berpadu dan manunggal dalam dirimu.
Sang Hyang Tunggal menciptakan semesta raya ini dari kekosongan, bukanlah dari sesuatu yang telah ada. Kemudia DIA memberikan bobot, maka berputarlah kekosongan tadi menjadi intisari air, kini alam semesta berada di atasnya. Dalam pada demikian dari intisari itu terciptalah berbagai wujud, bentuk, dan warna. Semua berubah dari muda jadi tua, dari bagus jadi buruk, kemudian melebur jadi wujud lain dan seterusnya.
Intisari tersebut yang telah memiliki bobot berkumpul pula dan diberi bobot yang lebih besar pula maka terwujudlah Bumi dan planet-planet lain. Hal yang sama berlaku pada tiap tatasurya di semesta raya. Terbentuklah bintang yang dikitari, planet yang mengitari, dan bulan.
Bobot yang berputar mengisi kekosongan angkasa. Tanpa benda akan tiada ruang, tanpa putaran akan tiadalah waktu.
Bintang-bintang di angkasa bergerak mengelilingi kekosongan dari barat ke timur dan tidak mungkin ada yang melawan arah. Semua bergerak secara harmoni.
Semua terwujud dengan bobot yang berlainan dijamin oleh timbangan yang sama. Semua ciptaan itu berlangsung dalam satu waktu. Semua itu mudah saja bagi Sang Hyang Tunggal.
Itulah Cakra! Ambilah untukmu, terserah bagaimana mengusahakannya kamulah sendiri yang menanggung.”
Selesai mengucapkan semua itu, selesai pula penampakkan Semar untuk kali kesekian. Hurikan bukan ilmuwan, sehingga filsafat ilmu seperti ini sulit baginya untuk dipahami. Sekarang bukan zaman Arjuna Sashrabahu, Rahwana, atau Para Pandawa Lima yang memiliki keteguhan hati mencari kesulitan sendiri untuk meraih kejayaan.
Hurikan butuh bantuan teman Ilmuwannya –Sukrishna- untuk memahami ujar-ujar yang disampaikan Semar kepadanya.
Ia yakin dari gerak edar alam semesta dapat muncul rupa senjata Cakra yang ia perlukan untuk menghadapi musuh yang teknologinya jauh lebih maju dari manusia di Bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar