massa es yang dahsyat di kutub selatan bisa mengakibatkan perpindahan sumbu bumi

[envorum] KUTUB SELATAN

http://www.mail-archive.com/envorum@ypb.or.id/msg00035.html

Dodi Suwardi
Thu, 14 Jan 1999 21:35:36 -0500

Halo rekan-rekan berikut ini teory yang bikin kita merinding... saya kutip dari majalah Intisari edisi January 1999 ....selamat menyimak

BENARKAH DUNIA AKAN BERAKHIR MEI 2000? Sebuah teori mengatakan, pertumbuhan massa es yang dahsyat di kutub selatan bisa mengakibatkan perpindahan sumbu bumi. Dalam Egyptian Magical Papyrus Harris dituliskan, selatan menjadi utara, bumi pun terjungkir. Mungkinkah bumi terjungkir secara mendadak? Amankah kita yang tinggal di wilayah ekuator?

Serangan gelombang Kutub Selatan

Sebenarnya perubahan posisi bumi sudah terjadi sejak lama. Barangkali tidak seorang pun pernah membayangkan, bumi mulai miring sekitar 530 juta tahun lalu. Malah, pada 15 juta tahun berikutnya, poros bumi bergeser lebih dari 90o. Akibat dari pergeseran ini, kawasan kutub pernah pindah ke khatulistiwa. Awalnya, berbagai penemuan dataran di bawah permukaan air atau peradaban kuno di bawah lumpur cuma dijawab sebagai akibat letusan gunung dan gempa hebat. Namun Hugh Auchincloss Brown, penulis Cataclysms of the Earth (1967), berpendapat lain. Menurut Hugh, fenomena ini terjadi kemungkinan karena adanya perubahan geologi global di masa lampau. Pendapat itu dibangun dari berbagai pertanyaan atas penemuan risetnya selama 50 tahun. Di antaranya, kekuatan apa yang mampu dengan cepat membekukan dan membatukan binatang dengan perut masih berisi rumput di Siberia, seluruh hutan tropis dan titik hujan yang mudah menguap, juga pohon dengan buah dan daun yang menempel di ranting ataupun ubur-ubur yang lunak, kerang, remis, kepiting, dan bintang laut lainnya? Begitu pula, mengapa di bumi hanya ada sedikit air terjun yang berusia lebih dari 6000 tahun? Jawaban dari beberapa pertanyaan ini cukup meyakinkan Brown, yakni pada zaman dulu telah terjadi perubahan sumbu bumi yang radikal dan mendadak akibat massa es di kutub yang "tumbuh" melewati batas. Perubahan itu menata kembali benua dan lautan. Wilayah tropis menjadi penuh es dan salju. Sebaliknya, daerah bersalju menjadi tropika. Analisa Brown didukung oleh Tom Valentine dalam buku The Life and Death of Planet Earth (1977), yang menyebutnya perubahan posisi sumbu rotasi bumi yang berakibat pergantian tempat. "Bumi seperti bola yang berputar - juga terhuyung-huyung - di satu ruangan. Saat massa es di kutub selatan makin banyak, wilayah itu menjadi makin berat, sehingga terjadi ketidakseimbangan. Hal itu berlangsung selama ribuan tahun, sampai kemiringan bumi tidak lagi sanggup mengatasi daya sentrifugal yang berotasi. Saat itulah massa es di kutub terlempar dengan kecepatan tinggi menuju ke titik yang paling cepat berputarnya, yaitu ekuator," jelas Valentine. Dua belas tahun sebelum buku Brown terbit, Albert Einstein menulis prakata untuk buku Earth's Shifting Crust, karya Prof. Charles H. Hapgood, tentang perubahan kutub yang terjadi 6000 tahun silam. Di dalamnya dipaparkan data empiris tiap titik permukaan bumi akibat perubahan mendadak iklim bumi. Menurut Hapgood, "Kerak bumi yang relatif tipis (+ 32 - 64 km) tersusun atas materi yang keras, tapi tidak cukup kuat karena retak di banyak tempat. Tepat di bawahnya ada lapisan yang sangat panas sehingga batuan di sana tidak sempat mengkristal. Kondisi yang lembek dan plastis itu, yang berfungsi mirip pelumas, menyebabkan kerak bumi mudah bergerak akibat tekanan meski ringan sekalipun, apalagi oleh tekanan mendadak, seperti gempa bumi atau desakan horisontal yang lama." Selama perubahan kutub, miliaran ton air dan es dari kutub Selatan akan bergerak cepat ke utara menuju ekuator. Di kutub Utara pun demikian hanya arahnya berlawanan, berpacu ke selatan ke ekuator. Massa es itu meluncur dengan kecepatan + 2.500 km/jam, dengan kata lain massa es di Antartika akan mencapai wilayah subtropika hanya dalam 3 - 4 jam!

Kerak bumi bergeser, teori Hapgood

Akibatnya, muncullah gelombang setinggi ribuan meter menyapu daratan, gunung berapi meletus, badai raksasa berpusar di berbagai tempat, serta gempa besar. Permukaan laut akan naik cepat, garis pantai tiap benua pun berubah. Ketinggian air menyapu kota-kota dan dataran berpantai. Yang terjadi kemudian adalah perubahan garis lintang. Jarak tiap tempat terhadap ekuator berubah. Meski tidak semua tempat berpindah sejauh jarak yang sama, maka ada yang makin dekat, tapi ada yang makin jauh. Seiring dengan perpindahan itu, muncul perubahan iklim, mulai dari yang drastis, sedang, hingga yang tetap. Peristiwa hebat yang mendadak itulah yang diduga melenyapkan peradaban kuno, termasuk mammot di zaman prasejarah. Tepatnya 5 Mei 2000 Dalam beberapa dekade terakhir telah pula muncul pendapat, akan terjadi bencana alam hebat serupa. Pendapat itu didukung hasil penelitian atas sampel sedimen dari dasar Laut Rose yang diambil oleh Ekspedisi Antartika Admiral Byrd tahun 1949. Setelah diteliti usianya, menurut Dr. Harold D. Urey, masa hangat terakhir di benua antartika berakhir 6000 tahun silam, atau +4000 SM. Sementara Brown mendukung sinyalemen ini dengan memaparkan bukti bahwa massa es di kutub Selatan telah tumbuh sebesar ukuran 6000 tahun silam - saat pergantian kutub terakhir terjadi! Tidak heran bila Valentine - berdasarkan teori pergantian kutub akibat pertumbuhan massa es - yakin perpindahan kutub akan terjadi lagi setelah 6000 tahun. Tepatnya, pada 5 Mei 2000! Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, seberapa besar massa es di kutub bertambah? Colin Bull, direktur Institute of Polar Studies di Ohio State University, memiliki jawabannya. Dalam bukunya Snow Accumulation in Antarctica (1971), yang dibuat berdasarkan riset Giovinetto dan Robinson tahun 1966, didapat fakta bahwa, selama 14 tahun (1966 - 1980) pertumbuhan massa es di kutub Selatan berjumlah sekitar 6 triliun ton es. Jumlah itu diprakirakan sudah mampu mengakibatkan perpindahan sumbu. Tapi, menurut Lowell Ponte, mantan konsultan Pentagon mengenai perubahan alam dan penulis The Cooling, karena temperatur bumi makin rendah, pertambahan es pasti jauh lebih besar dari angka 6 triliun. Penambahan massa es sebenarnya telah terdeteksi jauh sebelumnya. Acuannya adalah pengalaman Admiral Byrd yang mendirikan dua menara radio yang menjulang setinggi + 20 m di kampnya di Little America. Tahun 1934, lima tahun kemudian, menara itu hanya setinggi 10 m. Karena kian tebalnya tumpukan es dan salju, batang antena yang terlihat makin pendek, tinggal 6 m di tahun 1947. Pada 1955 satu menara hanya terlihat 2,6 m, sedangkan yang lain 3,3 m. Akhirnya di tahun 1982, batang antena itu tidak lagi ditemukan jejaknya karena area tempat ditancapkannya telah pecah dan hanyut ke laut lepas. Dalam artikel di Scientific American (1970) John A. Eddy menyinggung tentang makin panjangnya periode minimum bintik matahari.

Pergantian kutub versi Brown

Dari teori yang masih banyak dianut orang, siklus kemunculan bintik matahari adalah 11 tahun. Menurut Eddy, matahari mencapai titik tertingginya tahun 1969. Fase titik minimum terjadi tahun 1975, yang herannya berlangsung dua tahun lebih dari yang normal. Akibatnya, bumi akan menghadapi musim yang sangat dingin. Ini berkaitan dengan makin panjangnya musim dingin di Antartica dan makin tebalnya es di benua itu. Sedangkan laporan CIA dalam USSR: The Impact of Recent Climate Change on Grain Production menyebut, perubahan iklim dimulai tahun 1960, tapi baru terdeteksi tahun 1970-an. Temperatur bumi makin turun, kembali pada kondisi antara 1600 dan 1850. Lowell Ponte pun sependapat, setelah meneliti perubahan iklim di bumi dan analisis pengaruh polusi ledakan gunung dan polusi industri terhadap iklim bumi. Ia menemukan, dua tahun setelah ledakan Krakatau (1883), temperatur global turun + 1o) Pendapat bumi makin dingin itu bertentangan dengan penelitian Worldwatch Institute di Washington D.C. Mereka menyebut, akan terjadi pencairan besar-besaran karena temperatur bumi di atas normal pada akhir tahun 2000. Menurut ilmuwan Amerika dan Kanada, bumi makin hangat oleh kumpulan panas yang ditimbulkan oleh polutan yang terjebak di atmosfir. Temperatur di Kutub Utara abad ini meningkat pada tingkat tertinggi selama 400 tahun. Penelitian mengenai pemanasan global menunjukkan, antara tahun 1840 dan 1940 - 1950, temperatur Kutub Utara meningkat 1,5o C. Itulah tingkat kenaikan tertinggi di belahan bumi Utara. Selanjutnya, akumulasi kenaikan tingkat panas itu sudah cukup untuk mencairkan gletser dan lapisan beku es di bawah tanah. Penelitian setelah tahun 1840 menunjukkan setengah dari pemanasan temperatur bumi terjadi tahun 1920, sebelum lapisan gas karbon terbentuk. Manifestasi penyebabnya adalah meningkatnya intensitas sorot sinar matahari. Namun setelah tahun 1920, meningkatnya konsentrasi gas diduga sebagai penyebab dominan, yang memuncak tahun 1945. Antara 1950 - 1970 terjadi periode pendinginan, mungkin akibat dihapuskannya pemakaian produk aerosol - yang berpengaruh dalam menipiskan lapisan ozon pelindung bumi. Proses itu berakhir dengan adanya efek pemanasan dari karbon gas. Konsentrasi gas karbon yang diduga meningkat lebih dari dua kali lipat sejak masa praindustri hingga pertengahan abad depan. Inilah bukti, peran penggunaan bahan bakar dari fosil yang melepaskan gas karbon penjebak panas dalam mengubah iklim dunia. Modul silinder atau bahtera? Brown mengakhiri Bab I bukunya dengan peringatan untuk berhati-hati dan terus melakukan kontrol terhadap alam. Jika tidak ingin peradaban yang sekarang lenyap oleh bencana dahsyat itu. Padahal, tanpa mengalami pergantian kutub pun, pendinginan bumi sebenarnya sudah menimbulkan bencana yang menyengsarakan. Antara lain, berupa makin panjangnya musim dingin pada areal pertanian di satu tempat, namun pada saat bersamaan menimbulkan kekeringan di wilayah lain. Misalnya, bila belahan bumi Utara turun 1o, India akan mengalami kekeringan setiap empat tahun dan hanya mampu menyediakan makanan untuk 75% dari populasinya. Itu dibenarkan, DR. Reid A. Bryson, klimatolog di Universitas Wisconsin, dalam buku Climates of Hunger, tentang ancaman kelaparan bila bumi menjadi makin dingin. Namun, sebagai insinyur yang dikenal praktis dan optimistis Hugh Auchincloss Brown mencoba mencari jalan keluar pencegahan terjadinya pergantian sumbu bumi. Menurutnya, pencegahannya adalah dengan, "Secara bertahap memecah daratan es di kutub dan mengalirkan melalui terowongan-terowongan khusus menuju daerah pantai. Pencairan bertahap ini mengurangi akibat fatal serbuan gelombang air dingin menyerbu ekuator". Lain lagi dengan kelompok Stelle yang berencana "mengudarakan" rombongannya (entah dengan pesawat jenis apa) hingga ketinggian 22,4 km selama + 2 minggu. Hal itu mempertimbangkan perhitungan hanya orang yang di angkasa atau di titik poros yang selamat. Ada lagi Dr. Gerard K. O'Neill, profesor bidang ilmu fisika Universitas Princeton dan pimpinan Institut Studi Angkasa, berencana untuk menempatkan orang-orangnya di angkasa dalam modul silinder bertingkat tujuh. Silinder ini akan berotasi agar menimbulkan gaya tarik sebesar gravitasi normal bumi. Banjir bah, identik dengan peristiwa hebat di masa Nabi Nuh. Mungkinkah banjir bah akibat pergantian kutub mendatang akan mengulang kembali malapetaka alam itu? Sampai sekarang tak seorang pun manusia yang mampu secara pasti memberikan jawabannya. (The Ultimate Disaster/Sht)